Minggu, November 02, 2014

BIRAHI KAMAR

Titik-titik keringat yang keluar dari setiap pori-pori kulit berkilauan terpapar remang cahaya dalam kamar itu

Keringatku dan keringatmu menjadi satu

Lebur dan menetes ke hamparan kain di atas ranjang kayu cokelat tua nan kokoh

Entahlah apa yang kita rasa malam itu

Cahaya lampu remang hanya mengantarkan bayangan siluet tubuhmu ke retina mataku

Hilang sudah malu

Dua raga telanjang dalam satu rasa

Merasa dan mengadu

Saling berkaca ketidaksempurnaan dan kecacatan

Dua raga luntur dalam cerita

Terengah-engah dalam meraba kebimbangan mencari arah yang tak pernah kita temui

Ada satu pagutan di bibir,
lalu air mata dari salah satunya menetes, meresap masuk ke sela bibir

Seperti inikah kau artikan sayang, kasihku?

Rupanya malam menontoni kita

Ia tahu, sayangku ini bukan bualan

Aku tak tahu apakah bulan serta segenap prajurit bintang di langit pekat ikut menyaksikan kita di sini

Belai dan buai manja ini mungkin untuk yang terakhir kalinya, kasihku

Setidaknya masih dapat kita rasa kehangatan di tengah sepi dan dinginnya malam di luar sana

Setidaknya untuk yang terakhir

Cerita ini kusesapi dengan senyuman, kemudian diam

Tak ada yang perlu ditagih sebab tak ada yang pernah berhutang janji

Mungkin sesal tak pernah mudah kutemukan di tiap sudut kamar

Namun kecewa datang sesaat tanpa diundang

Sekarang bolehlah kita berpagutan

Hingga lelah lantas terlelap

Sampai kelak satu kecupan mendarat di keningmu

Sampai silau matahari pagi yang mengintip dari ventilasi melebur kisah ini menjadi embun pagi

Saat itu kau akan mengenangku dalam aroma pagi

Dan kisah kita di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Any comments?