Rabu, Januari 01, 2014

Selama Saya Tidak Alzheimer, Saya Masih Ingat 365 Hari Kemarin

Dini hari ini, saya menulis blog melalui ponsel. Hanya karena saya sedang berbaring, sejak orang-orang di luar sana sibuk dengan kembang apinya yang indah. Kira-kira pukul 9 malam tadi, saya tertidur di depan laptop dengan salah satu lagu dari Roberta Flack yang masih terputar di headset saya. Kemudian saya berpindah, untuk tidur berbaring. Saya pikir, saya akan terbangun esok pagi dengan kalender yang sudah berubah judul. Namun nampaknya tidak. Saya terbangun pukul 23.39 (sekitar pukul itu), kemudian mendengar letupan-letupan kembang api yang menggema di langit atas rumah saya.

Saya lalu berdiri, mengambil jaket dan naik ke tingkat atas rumah saya. Melihat letupan-letupan cantik itu dari loteng. Beberapa menit saya habiskan berdiri memperhatikannya, sambil menahan dingin.

Jakarta rupanya sudah terlalu banyak rumah bertingkat, sehingga kembang api pun hanya terlihat beberapa saja. Hanya gemanya saja yang terdengar ramai di telinga saya. Hmm.. Atau mungkin ini juga karena faktor rumah saya yang kurang tinggi? Haha..

Pukul 23:39 tadi, saat letupan semakin ramai, entah mengapa detak jantung saya juga ikut mengiringi. Seperti ada putaran film di kepala saya, yang mengisahkan diri saya sejak bulan Januari 2013 silam. Tentang proyek awal tahun bersama teman saya yang semula menggebu-gebu namun harus reses di bulan ketiga. Sebut saja proyek itu, "Blessburden".

Blessburden punya tagline keren, 'We Are Blessed with Burden'.

"Kita terberkati dengan beban". Begitulah kurang lebih, artinya.

Ya. Setiap kita punya beban. Terserah masing-masing dari kita mau mendefinisikan beban itu seperti apa dan bagaimana, tetapi pada akhirnya kita tahu bahwa, semua yang terjadi pada hidup kita dan tiap detik langkah kita adalah berkat Tuhan.

Berkat saya tahun ini ada banyak. Selain masih diizinkan bernafas, makan, minum, dan tidur tentunya. Dari mulai berkumpul dengan teman-teman Blessburden yang sebagian besar baru saya kenal tahun ini (kecuali founder blessburden), sampai tiba di penghujung tahun yang lumayan dingin ini.

Bulan Maret, saya berkesempatan untuk mengajar di salah satu lembaga belajar yang cukup terkenal. Ini bermula dari tawaran tetangga saya. Lalu saya berkenan dan melamarkan diri ke lembaga tersebut. Saya freelance di sana, mengajar kelas klasikal dan juga privat untuk semua jenjang (SD, SMP, SMA). Dan itu adalah kali pertamanya saya mengajar klasikal, di dalam kelas, dan harus menggunakan papan tulis. Sangat menyenangkan. Mengingat saya hanya mengajar privat sebelumnya.

Saya bertemu banyak murid yang manis-manis dan lucu. Dari yang ekstrovert sampai yang introvert. Ada yang nakal, ada juga yang modus haha..

Saya masih ingat raut wajah Lilis-murid kelas 3 SD, yang di akhir sesi les privatnya menyempatkan diri untuk tersenyum pada saya lalu memberikan sebungkus Lays Potato Chips sebagai wujud rasa terima kasihnya.


Saya juga masih ingat, bagaimana gaya Justin-seorang murid privat kelas 6 SD, yang selalu semangat bercerita tentang film-film yang pernah ia tonton. Dan juga William, murid klasikal kelas 10 SMA yang menanyakan akun twitter saya dan menyangka saya adalah anggota sebuah band.

Lalu, Melsa-murid kelas 6 SD yang selalu menyapa saya setiap kali bertemu, ia sempat mengirim saya sms yang mengatakan bahwa saya adalah guru terbaiknya. Mungkin ini sedikit narsis, tapi ini nyata dan saya terharu saat itu.

Sayang, tidak terlalu lama saya mengajar di sana. Ada urusan lain yang membuat saya tidak bisa meneruskannya.

Saya kembali mengajar privat secara independen seperti dulu. Kali ini saya bertemu dengan Kaia, murid kelas 6 SD yang terobsesi menjadikan saya sebagai fans One Direction sekaligus sebagai kakaknya, karena dia anak tunggal. Kaia anak yang baik dan menyenangkan, dia antusias setiap kali saya bercerita tentang berbagai hal sampai seringkali jam belajarnya harus bertambah karena saya 'mendongeng'.

Mereka. Murid-murid saya. Mereka membuat saya tersenyum sendiri ketika mengingat mereka.

Tahun lalu di hampir pertengahan tahun, bulan Mei, saya ke Jogja untuk sejenak kabur dari rutinitas. Hanya tiga hari-dua malam dan sangat berkualitas. Saya bertemu sahabat saya di sana. Kami sudah lama tidak bertemu dan tidak sabar ingin bercerita banyak hal. Seperti biasa ketika saya bertemu dia di berbagai kesempatan. Dia sahabat saya, yang saya kenal sejak SMP, lalu satu SMA dan menjadi teman sebangku yang setia. Dialah sang pengirim paket hadiah ulang tahun misterius itu. Paket hadiah itu datang secara misterius tanpa nama pengirim yang jelas ke rumah saya sehari sebelum saya berulang tahun ke-19.

Mei berlalu. Juni datang. Bulannya Jakarta berpesta pora, karena kota tempat tinggal saya ini berulang tahun. Sangat meriah. Saya dan Ibu saya sempat menonton teater tari kolosal di Monas, pada akhir Juni. Kami pulang malam dan mengejar bus transjakarta yang terakhir beroperasi. Begitulah Ibu saya, selalu siap menemani saya ketika saya ingin menonton pertunjukkan-pertunjukkan keren sendirian.

Juni berlalu begitu saja. Ujian akhir semester yang absurd telah usai dan persiapan semester pendek menghantui. Minggu pertama di bulan Juli saya awali dengan datang ke acara Indonesian Youth Conference (IYC). Saya dan teman kuliah saya, janjian bertemu di Wisma Nusantara, pagi hari sebelum acara dimulai. Hari itu, kami hampir bertiga padahal, tetapi karena teman SMA, sekaligus sahabat-telepon-teleponan-saya batal hadir karena bangun siang, kami terpaksa berdua haha..

Tapi kami tetap jadi bertiga juga pada akhirnya. Saya bertemu dengan teman SMP saya di sana. Kami banyak bercerita tentang perkuliahan dan para pengisi acara IYC. Di acara itu rupanya ada banyak orang yang saya kenal juga ikut hadir. Dari yang terduga sampai yang tak terduga. Saya tak sengaja bertemu teman SMA saya yang juga panitia IYC, saat break acara. Dia menunjukkan karya seninya yang dipajang di arena pameran seni di IYC. Karyanya berupa sebuah sapu. Seperti sebuah sapu terbang, tetapi ada banyak filosofi di dalamnya.

Di pertengahan bulan itu juga, saya menjalani kelas semester pendek Bahasa Indonesia. Di kelas baru itu, saya terpilih untuk menjadi 'ketua kelas'. Dan ada banyak hal yang terjadi selama perkuliahan semester pendek. Dari insiden email yang terhapus oleh seseorang tak dikenal, sampai kasus miskomunikasi karena dosen saya salah mengetik nomor ponsel saya.

Pada pertengahan perkuliahan, saya sempat izin tidak masuk karena saya ada acara di Bandung. Sahabat saya akan meneruskan kuliahnya di Australia. Lalu kami mengadakan farewell party di Bandung.

Dua hari di Bandung kami habiskan seperti layaknya kami berlibur. Beberapa teman laki-laki minum minuman beralkohol di malam hari, sampai salah satu dari mereka mabuk berat. Saya sudah pergi tidur lebih dulu saat mereka mabuk. Dan berbagai hal lucu terjadi di pagi harinya. Ada foto yang terunggah tanpa sengaja di media sosial karena sedang mabuk dan bekas muntahan di rumput dekat kolam renang.

Hanya dua hari kami di Bandung, dan pulang dengan kendaraan yang berbeda-beda. Saya naik travel Cipaganti pukul 7 malam, para lelaki naik travel X-Trans sore ke Fatmawati, dan satu lagi teman perempuan saya terpaksa naik bus ke Depok karena kehabisan travel. 

Sampai Jakarta, saya kehujanan dan mampir sebentar ke kedai indomie-telor-kornet di depan kantor Cipaganti Rawamangun.


Esok harinya, bulan puasa tiba.

Karena kelelahan pasca pulang dari Bandung, saya tidak ikut makan sahur tetapi tetap berpuasa. Awal puasa, kelas bahasa libur, dan saya hanya di rumah. Sore harinya, saya terpaksa membatalkan puasa saya karena saya menstruasi beberapa menit sebelum bedug buka puasa. Yah, libur puasa seminggu di awal bulan tak akan jadi masalah, toh?

Perkuliahan berjalan lancar. Begitu pula dengan agenda puasa. Setelah libur seminggu di awal, saya tetap puasa sampai akhir Ramadhan.

Seperti biasa, bulan Ramadhan membawa berkah bagi kedai-kedai makanan karena setiap harinya ada saja yang berbuka puasa bersama di luar rumah. Tapi agenda buka-puasa-bersama saya hanya ada beberapa. Karena saya memang tidak bisa hadir di sebagian besarnya. Berat badan saya juga turun (entah berapa kilogram), sehingga celana jeans yang saya pakai untuk menonton teater di Binus agak terasa longgar. Celana jeans yang longgar itu rupanya juga memiliki saku yang cukup pas untuk mengantongi sebuah pemberian dari partner nonton teater saya kala itu. Sampai ia mengira pemberiannya itu telah saya buang. Padahal tidak. Bahkan masih saya simpan dengan baik.

Masih Juli, namun di akhir bulan, saya dengar teman saya mau datang dari Australia, untuk berlebaran di Indonesia. Saya dan beberapa teman saya yang lain berjumpa dengannya saat minggu terakhir puasa, di awal bulan Agustus, di acara Holymarket Ruang Rupa, Tebet. Kemudian belakangan saya tahu kalau dia kembali ke Indonesia secara permanen. Dia batal meneruskan sekolah di Australia karena merasa tidak cocok dengan kurikulumnya. 

Hari lebaran akhirnya datang.

Saya merayakannya di rumah tante saya. Dan lebaran tiap tahunnya telah terasa hambar semenjak nenek dan kakek saya pergi ke Surga, sepuluh tahun dan tiga tahun lalu. Saya hanya berkunjung ke saudara dekat dan selebihnya di rumah, menggambar, membaca, juga menulis jurnal pribadi. Entah mengapa, sejak liburan semester genap saya produktif menggambar.

Agustus rupanya memang bulan liburan yang menyenangkan. Saya hampir menghabiskan buku gambar saya dan bahagia bersama koleksi pensil warna saya yang baru. Saya dan dua teman laki-laki saya mencicipi tempat wisata baru di daerah Sentul. Kami ke Jungle Land bertiga dan hanya mengandalkan aplikasi petunjuk jalan di smartphone salah satu teman. Kami naik roler coaster 4 kali dan masuk wahana rumah hantu 3 kali. Saya dan satu teman saya juga mabuk-hampir muntah sesaat setelah naik wahana ala pesawat jet yang memutar-mutar kami 360 derajat. Jungle Land masih gersang dan panas. Wahananya juga belum lengkap. Belakangan kami tahu, tempat wisata itu milik siapa, dan saya kemungkinan besar tidak ke sana lagi.

Agustus akhir saya sudah harus bersiap kembali kuliah dan bersibuk-sibuk ria dengan tugas. Rupanya hari-hari saya memang mirip roler coaster. Ada kalanya kita di atas, histeris, menjerit, dan tertawa senang, tetapi ada pula saatnya kita terpaksa puas dengan roler coaster yang berhenti di titik awal kita semula. Terpaksa harus turun dan menaiki wahana lain (jika ada), dan membiarkan orang lain merasakan sensasi roler coaster yang kita rasakan semula. Saya harus meninggalkan segala sensasi liburan saya dan kembali ke rutinitas yang kejam.

Awal September perkuliahan dimulai kembali. Wajah-wajah dosen baru mulai saya rekam di kepala saya. Di antara mereka ada yang baik, stereotipikal, subjektif, sadis, sampai ada yang super santai. Ya, ya, ya.. cukup rasanya ya saya cerita perkuliahan. Karena saya sebenarnya enggan menulis banyak-banyak tentang ini. Yang saya ingat di bulan September selain kuliah, adalah saat ibu sahabat saya sakit. Ibu sahabat saya ini divonis menderita penyakit ginjal sehingga harus terbaring beberapa minggu di rumah sakit. Hal ini mungkin seperti petir di siang bolong untuk sahabat saya, karena sebelum ini ibunya baik-baik saja dan tidak pernah menderita penyakit serius. Sahabat saya terpaksa melewatkan beberapa pertemuan perkuliahan di kampus demi menjaga ibunya. Saya sempat menjenguk ibunya, dan saat itu keadaannya telah lebih baik. Syukurlah sekarang ia telah sehat kembali walau harus melakukan cuci darah rutin. Nampaknya, September yang cukup membosankan bagi saya ini juga memberikan memori tidak baik bagi sahabat saya. Yah, setidaknya, kita sama-sama bisa banyak belajar dari hal-hal yang terjadi di bulan ini. :)

Tanpa harus menyanyikan lagunya Green Day - Wake Me Up When September Ends, saya sudah terbangun di pagi cerah bulan Oktober. Masih sibuk kuliah, dan berusaha menghibur diri dengan pergi bersama teman-teman di akhir pekan. Di minggu pertama Oktober, ayah saya membelikan ponsel baru untuk saya karena ponsel lama saya sudah terlalu sering error dan kekurangan kapasitas memori. Yeah, Sony eats Apple unexpectedly! Adaptasi pun dimulai. Dari segi ukuran yang agak lebih lebar, sampai panel pengaturannya yang sangat berbeda. Semua butuh adaptasi walau itu menyebalkan. Saya harus menjalani segala proses adaptasi ini untuk berpindah ke keadaan yang lebih baik. Ke keadaan dimana ponsel saya tidak sering hang dan dapat menjalankan fitur-fitur serta aplikasi komunikasinya dengan baik.

Di minggu pertama bulan Oktober saya menyempatkan diri untuk datang ke acara kerja bakti Indonesia Mengajar. Saya bersama teman kampus saya, melakukan banyak hal di sana; membuat video motivasi dan membuat berbagai media pembelajaran untuk adik-adik di pelosok Indonesia. Saya juga sempat menulis surat semangat untuk adik-adik di Rote. Semoga suatu saat surat saya dibalas mereka :)

Akhir Oktober, saya kembali menonton pertunjukkan teater bersama ibu saya. Kali ini saya menonton pementasan teater sastra UI, di Graha Bhakti Budaya. Judul teaternya Selingkuh, dan disajikan secara monolog. Lewat penyajian monolog ini, saya rasa teater kali ini unik dan justru saya lebih merasakan sensasinya. Sensasi peran Ida dan Zaki, juga kisah mereka sebagai sepasang suami istri sado masokis, disajikan sangat apik dan menyentuh. Juga dengan kelima pemeran lainnya yang mendukung kisah perselingkuhan Ida. Saya sangat menyukai isi dan pesan dari cerita ini. 

Oktober cukup singkat berlalu. Bersama kepingan cerita dan juga cuaca yang semakin sering hujan mendekati akhir tahun, saya menjalani hari-hari saya seperti biasa. Sempat saya stress dengan tugas-tugas, dan menjadi deadliner amatir. Namun, pada November yang baik, saya bertemu kembali dengan sahabat Jogja saya. Dia kebetulan ke Jakarta karena ada acara keluarga dan kami sengaja bertemu untuk menonton Teater Koma bersama di Graha Bhakti Budaya. Sayangnya, Apu, si bule Jogja yang juga ketua persatuan teater di fakultasnya itu tidak bisa menonton sampai akhir pertunjukkan. Apu harus segera menuju bandara untuk penerbangan ke Jogja pukul 7 malam. Dan saya melanjutkan menonton Teater Koma bersama tante saya. 

Beberapa pameran seni juga sempat saya sambangi di bulan November. Dari sana saya banyak mendapat inspirasi menggambar. Ada dua buah buku gambar di tahun 2013. Dan ada banyak coretan-coretan kecil di berbagai potongan kertas yang saya kumpulkan di dalam satu map. Ada beberapa keping potret langit yang saya kumpulkan pula di tumblr. Dan ada lima ratusan foto dengan tema beragam di akun instagram saya. Terserah, orang mau bilang apa tentang instagram. Tapi saya senang di sana. Di sana saya bisa lihat berbagai karya seni hanya bermodalkan sebuah hashtag. Dan tentunya tidak melulu foto selfie!

Natal kemarin, saya dan keluarga menonton film bersama di Central Park. Kami menonton 11 A.M dan saya menitikkan air mata sebentar. Sebuah film science-fiction buatan Korea yang dari segi teknologi, sebenarnya masih kalah dengan film Hollywood, tapi ada pesan yang tersampaikan melalui cerita dan soundtrack filmnya.

Dan di akhir Desember, saya masih dipusingkan dengan ujian akhir semester yang belum usai. Ujian akhir semester ini baru akan berakhir tanggal 3 Januari mendatang. Malam tahun baru ini, sama sekali tidak ada pesta di rumah saya. Ibu saya mengunjungi rumah temannya untuk memenuhi undangan makan di malam tahun baru. Adik saya bercengkrama bersama teman-temannya di teras rumah. Sedangkan saya berdiam diri di dalam rumah, setelah sempat tidur lalu terbangun kemudian mengintip kembang api dari jendela loteng.

Malam tahun baru ini cukup dingin sehingga saya harus memakai jaket. Dan omong-omong, dari semua hal yang saya tulis di atas, saya masih sangat ingat bagaimana kronologinya dan tanggal berapa saja peristiwa-peristiwa tersebut terjadi  :)

Malam tahun baru ini membuat saya tahu seperti apa sesungguhnya kebahagiaan itu. Dari mana bahagia itu muncul dan pada siapa sajakah bahagia itu dapat tercipta. Mungkin saya belum bahagia, tetapi saya mencoba membahagiakan orang lain dengan cara saya sendiri. Dan maaf, jika ada cara saya yang salah selama 365 hari kemarin. Maaf jika cara saya yang semula saya anggap baik itu, justru membuat banyak orang tidak bahagia karena terlalu sering saya usik dengan hal yang tidak penting.

Banyak hal yang harus dievaluasi di tahun lalu. Tentang berbagai macam perasaan, tentang dilematisme hidup, tentang janji-janji pada diri sendiri yang sulit dan belum ditepati, tentang kebohongan dan membohongi, juga tentang penundaan-penundaan yang seharusnya tidak dilakukan.

Dan tentang hal-hal yang seharusnya dipikirkan matang-matang terlebih dahulu sebelum dilakukan.

Karena seringkali kita kurang sadar akan waktu. Kapan harus menunda, kapan harus menyegerakan. Kapan harus memulai, kapan harus menghentikan. Kapan kita harus tetap berjalan, dan kapan kita harus menjalankan kembali langkah yang sempat terhenti.

WE'RE BLESSED WITH BURDENS.

I'm blessed with them.
I'm blessed with him.
I'm blessed with her.
I'm blessed with you!


God Bless Us.

  and

Happy New Year 2014.
Wishing a blessed and lucky year ahead.

kiss, hug, and love,
from chintra


Hasil kontemplasi di loteng. Halo!
Selama saya tidak menderita alzheimer,
saya selalu ingat setiap hal yang terjadi sejak 365 hari silam.
 Terima kasih.
365 hari kemarin lebih berwarna dari koleksi pensil warna saya.
Semoga 365 hari ke depan juga begitu.
Semoga tidur kami nyenyak dan berkualitas.
Karena ada banyak hutang tidur yang tak sengaja dibuat kemarin-kemarin.
Begadang karena butuh dan tidak disengaja.
Semoga bahagia selalu menyertai kita semua!
Amiin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Any comments?