Di halte Latuharhari aku berdiri
Melihatmu maju tanpa arah tertuju
Masuk ke dalam bus dengat raut yang ketus
Bersama suara mesin menderu
Kau melangkah terburu-buru beralaskan sepasang sepatu berwarna biru
Di hamparan aspal penuh debu terlantar
Perlahan kucoba sabar untuk tidak mengejar
Sebab aku sendiri masih berdiri di tepian pagar
Terpapar matahari bersama kumpulan manusia yang sedang mencari jati diri
Sayup-sayup kudengar dadamu berdegup
Air mukamu yang tetap ketus mengiring bus yang siap mengembus
Sementara aku masih menaruh harapan pada bus kedelapan
Tegak berdiri di depan dengan sopan seraya terlintas sebuah pertanyaan:
"mengapa untuk sekadar memanggilmu lidahku selalu kelu?"
Kau berlalu tanpa teriring talu
Sedikit pun kau tak tahu bila ku menunggu
Karena kau sibuk termangu dan hanya bertopang dagu
Tak terasa waktu tlah jenuh mengeluh
Lelah bertanya pada dunia akan sebuah upaya
Kurasa aku cukup berdaya untuk mampu percaya;
Jikalau upaya agaknya tak sia-sia
Sebab satu harapan tak berakhir dalam tatapan
Bus kedelapan telah muncul di hadapan
Lekas kucangking tas dan bergegas
Kurasa kita masih pantas berjumpa di Dukuh Atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Any comments?