Sabtu, Mei 25, 2013

Jogja-Mei 2013

Akhirnya, pelarian singkat ini terlaksana juga. Pelarian dari rutinitas saya yang monoton itu lebih tepatnya. Ada saat dimana berat rasanya untuk melepas tanggung jawab dari tugas-tugas saya yang berlimpah ruah itu. Tetapi dorongan untuk sejenak kabur itu tampaknya lebih besar.

Pelarian ini diawali dengan oleh ajakan tante saya. 

Pekan terakhir di bulan April, saat saya menginap di rumahnya, Ia menawarkan untuk ke Jogja. Ini memang bukan liburan. Sebenarnya ini untuk menemani Budhe saya yang mau kondangan ke Jogja. Yah, mungkin terdengar agak muter-muter ceritanya. Tapi ya memang begitu.

Hasil proses pikir cepat, singkat, dan tepat, akhirnya saya mengiyakan untuk ke Jogja. Persetan dengan tugas kuliah dan laporan praktikum. Semua akan selesai pastinya entah bagaimana caranya nanti.
----------------------------------------------------------------------------------------

Sabtu, 4 Mei 2013, kami bertiga berangkat. Saya, Budhe dan Tante. Perjalanan pagi hari ini menggunakan jasa si ular besi itu. Pukul 6.50 kami sudah berangkat dari stasiun. Sudah banyak yang saya rencanakan untuk dilakukan di Jogja saat tiba kelak. Salah satunya adalah untuk bertemu Apu. Seorang sahabat dari masa sekolah. Teman SMP dan juga SMA. Sudah lebih dari setahun saya tidak bertemu dengannya. Seperti biasa saya juga telah menyiapkan gosip-gosip segar untuk kami bahas nanti. :D

Perjalanannya cukup membosankan dan membuat bokong saya pegal. Obatnya paling-paling hanya tidur dan membaca majalah. Atau mengobrol dengan Budhe. Tak terasa waktu makan siang tiba. Kami memesan makanan ke bagian restorasi kereta. Tak lama, pesanan saya pun datang. Sederhana saja. Saya hanya pesan nasi goreng dengan telur ceplok. 

Dan sesederhana pesanan saya pula, rasa nasi goreng itu juga sangat sederhana bahkan.

Hambar.

Namun rasa lapar, melenyapkan rasa hambar itu. Ya. Rasa lapar dapat membuat segala hal yang dapat dimakan menjadi enak untuk dimakan.

Hal itu pun berlaku untuk semua makanan yang dijual di restorasi kereta. Kecuali mie instan. Yang rasanya hampir seragam dimana-mana.

------------------------------------------------------------------------------------------
Perjalanan 8 jam 40 menit itu usai juga. Tibalah kami di stasiun Tugu. Seperti biasa, petugas jasa angkut barang sudah menghadang. Bahkan dari sebelum kami turun dari kereta. Tukang becak dan supir taksi seperti menyambut kedatangan kami ke kota pelajar itu. 

Saya kagum sekaligus puas. Entah apa yang membuat saya begitu. Mungkin karena saya merasa "berhasil" kabur dari rutinitas ibukota. Lagi-lagi, persetan dengan laporan praktikum! 

Becak membawa kami ke hotel dekat Malioboro. Ada banyak pemandangan langka-yang tidak ada di ibukota yang luput dari kamera saya. Kamera saya masih di tas saat itu. Cukup repot rasanya untuk mengeluarkannya dari dalam tas (sekalipun tas kecil itu ada di pangkuan saya). Saya bukan sedang bermimpi. Saya memang sedang ada di dalam becak yang melaju di jalan Malioboro.

Ini seperti kado ulang tahun.

Sabtu sore itu, emperan Malioboro tidak begitu ramai. Turis domestik dan mancanegara bukan barang langka lagi di sana. Deretan delman, becak, dan toko yang berjajar di sepanjang jalan Malioboro memanjakan mata saya. Setidaknya pemandangan ini membuat saya lupa akan macetnya jalanan Jakarta, atau sesaknya bus Trans Jakarta di pagi hari.

Tak butuh waktu lama untuk sampai ke hotel. Hanya 10 menit kami sampai di hotel Whiz. Letaknya di jalan Dagen, beberapa meter dari mal. 

Akhirnya kami bertemu dengan kasur. 

Sore itu setelah check in kami merapikan tas dan segala printilan plesir. Setelah semua mandi, saya, Budhe dan Tante bersiap untuk "malam mingguan" di Jogja. Malam itu kami keluar hotel. Cari makan lebih tepatnya.

Terdengar terlalu mainstream mungkin. Tapi ini memang agenda wajib nampaknya. Kami ingin mencicipi gudeg asli Jogja. 

Perjalanan yang tidak jauh-jauh dari urusan perut.

Setelah memilih dan menimbang kedai gudeg mana yang akan dituju, Tante memanggil taksi. Kami ke gudeg Sagan. Tempatnya di pinggir jalan raya selebar jalanan di Tebet, Jakarta. Malam itu Jogja ramai sekali. Setiap orang merayakan malam minggunya masing-masing. 

Kedai gudeg Sagan ini mungkin bisa disebut rumah makan. Rumah makan yang sudah mendekati modern. Areanya terbagi dua, in door dan out door. Tak ketinggalan, ada live music juga di sana. Atmosfernya cocok untuk mereka yang ingin kencan atau sekedar kongkow-kongkow di malam minggu.

Waktunya pesan makanan.

Tentunya kami pesan nasi-gudeg. Hanya saja ditambah memilih lauknya. Waktu itu kami kompak memilih nasi-gudeg-krecek plus paha ayam yang dimasak opor. 

Bagi mereka yang tidak suka manis, mungkin aneh kalau makan gudeg. Bahkan ada lho wong Jowo yang nggak suka gudeg. Tapi ya rata-rata suka sih. Dan saya termasuk wong Jowo yang suka sekali dengan gudeg. :)

Pesanan datang.

Kami takjub melihat wujudnya. Terlebih aromanya. Sungguh menggoda lidah. Saya sudah bisa bayangkan bagaimana rasanya dari bentuknya. Pasti super yummy.

Dan benar. Rasanya luar biasa. Bahkan lebih indah dari bayangan saya sebelumnya. Daging paha ayam dan ceker itu mudah sekali copot dari tulangnya. Empuk!!
Ini wujud gudeg Sagan 

Lidah sudah dimanjakan.

Kini waktunya menyusuri emperan Malioboro. Seperti acara traveling di televisi, tak puas rasanya kalau sehabis ber-kuliner ria tidak berwisata belanja. Terdengar agak konsumtif mungkin bagi sebagian orang. Tapi kapan lagi kami memanjakan diri di kota indah ini.

Lapak demi lapak kami susuri. Ada penjual tas kulit, tas batik, kaos Jogja, cinderamata, gantungan kunci, gelang, dan masih banyak lagi. Suara sepatu kuda dan lonceng delman terdengar di hampir semua sudut Malioboro. Belum lagi tawaran-tawaran tukang becak untuk mengantar turis jalan-jalan keliling Jogja seharga Rp. 5000. Semuanya masih terngiang.

Kami tak ingin ketinggalan pula naik delman keliling Jogja. Ya. Malam itu sangat indah.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Paginya. Setelah mandi kami menuju pasar Bringhardjo untuk mencari sarapan. Kami tak mengambil jatah makan pagi.

Sederhana. Kami makan pecel.

Kemudian kami melihat-lihat pasar beringhardjo. Membeli yang bisa dibeli. Haha

Setelah itu kami kembali ke hotel. Aku bertemu Apu. Budhe kondangan.

Apu. Teman lama yang seperti baru kemarin saya tertawa bersamanya, tapi ternyata sudah setahun lalu. Apu lebih kurus. Mungkin karena kegiatannya yang banyak, membakar kalori lebih. Haha

Kami bercerita banyak. Dari A sampai Z. Dari gosip kelas teri, sampai notalgia gila. Selalu butuh waktu lebih untuk bercerita dengan dia.

----------------------------------------------------------------------------------------------------

Tak terasa pertemuan kami hanya sampai tengah hari saja. Tepat saat matahari di atas kepala. Di saat bayangan kota Jogjakarta tepat di tengah-tengah. Terik dan panas.

Tak terasa juga, hari Minggu sudah hampir sore. Kami harus pulang kembali ke Jakarta.

Setelah menjelajahi Ambarukmo Plaza, kami kembali ke Hotel. Membawa barang-barang dan kembali ke stasiun untuk menanti kereta ke Jakarta.

Terima kasih, perjalanan singkat ini telah mengobati segala. Seperti kado ulang tahun yang tak pernah terlupa. :)



*Sebenarnya banyak foto yang ingin dilampirkan tapi mungkin tidak sekarang. Atau bahkan tidak sama sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Any comments?