Saya mau sedikit cerita tentang Indonesian Human Rights Blog Award (IHRBA). Saya menerima undangan via email dari panitia IHRBA itu sekitar dua hari sebelum acara. Acaranya diselenggarakan pada tanggal 29 Juni 2012 lalu. Ditemani oleh teman saya, Raditia, saya datang ke acara tersebut, di daerah Jakarta Pusat, di Museum Nasional Indonesia (Museum Gajah).
Sesampainya disana, saya disambut oleh penerima tamu dan diberi beberapa souvenir yang dikemas dalam sebuah goodie bag. Setelah mencari tempat duduk yang sesuai, kemudian undangan dipersilakan untuk menyantap hidangan makan malam prasmanan yang telah disediakan.
Makan selesai. Tiba saatnya acara dimulai. Jeremy Tetti menjadi MC di acara IHRBA. Pertama, saya dan para undangan lain disuguhkan penampilan tarian kontemporer dari teman-teman transgender. Sangat terlihat di acara ini bahwa persamaan hak manusia benar-benar berusaha dijunjung. Salah satu juri lomba ini juga ada perwakilan dari kaum LGBT.
| Jeremy Tetti |
Dari awal saya ikut kompetisi menulis ini saya tidak berharap untuk menang, namun juga tidak menolak jika menang (nothing to lose). Saat pertama kali saya melihat tema penulisan essay/artikel tentang "HAM di sekita kita" ini, saya langsung tertarik. Sebab, seringkali melihat diskriminasi di sekitar saya, terutama untuk kaum minoritas.
Tibalah saat pengumuman nominasi 20 tulisan terbaik dari total 271 tulisan. Seperti di awal saya katakan, saya nothing to lose. Tapi saya juga tidak berniat untuk langsung pulang sekiranya nama saya tidak masuk nominasi, karena saya memang penasaran dengan acara itu. Ketika 20 tulisan itu diumumkan, ternyata nama saya tidak disebut. Tak apa, saya turut senang telah berpartisipasi membagi cerita saya. Saya memposting dua tulisan untuk lomba ini, pertama adalah Ketika Sebuah Kalimat SMS Melumpuhkan HAM, kedua Membangun Kesadaran HAM Melalui Pola Pikir. Namun nampaknya tulisan-tulisan dari para nominator lebih keren-keren. 20 tulisan tersebut berasal dari 8 blogger, yang artinya satu orang blogger ada yang terseleksi lebih dari satu karya. Hebat. Semua judul tulisannya juga bagus. Sarat makna yang dalam tentang HAM.
Sembari menunggu pengumuman pemenangnya, saya dan para undangan kembali dihibur oleh kelompok musik yang bernama Seni Diferensia. Seni Diferensia merupakan sebuah band yang terdiri dari kaum disabled. Rata-rata dari mereka memiliki kekurangan pada indera pengelihatan (tuna netra). Tetapi kemampuannya dalam bermusik tidak kalah dengan pemusik yang lengkap secara fisik. Suara mereka bagus, dan skill bermain musiknya juga bagus. Sekali lagi saya harus katakan bahwa acara ini berusaha menunjukkan kalau hak manusia untuk layak hidup itu sama. Tidak membedakan fisik, ras, agama, golongan atau apapun.
| Agak ngeblur ya yang ini |
Pengumuman pemenang tiba. Hanya dipilih dua orang pemenang dari nominasi 20 terbaik tadi. Sama seperti saat pembacaan nominasi, pembacaan pemenang pun juga dibacakan oleh tiga orang transgender yang cantik-cantik. Lalu terpilihlah nama Yudha P. Sunandar sebagai pemenang kategori umum, dengan judul tulisan Budi is Different. Untuk Kategori khusus dimenangkan oleh Ricky Mardiansyah dengan tulisan yang berjudul Jangan Renggut Hak Asasi Manusia untuk Mencintai. Para pemenang sama-sama berasal dari kota Bandung kebetulan. Saya senang dapat hadir dalam acara ini, walaupun saya tidak menang, saya bisa bertemu dengan orang-orang yang hebat. Saya semakin belajar tentang arti toleransi antar SARA. Dengan partisipasi saya dalam acara ini pula saya juga (secara tidak langsung) telah ikut menyadarkan dan membukakan "mata" masyarakat tentang arti TOLERANSI, KEBRAGAMAN, dan HAK MANUSIA. Namun sangat disayangkan, sepulangnya saya dari acara tersebut, saya sangat jelas melihat melalui mata kepala saya, sebuah diskriminasi terhadap LGBT. Kala itu saya hendak pulang bersama teman saya, menyeberang dari depan museum Gajah untuk mencari taksi. Di tempat yang sama pula, teman-teman transgender yang juga merupakan undangan acara tersebut juga hendak pulang dan mencari taksi. Tapi miris sekali, ketika saya melihat sebuah taksi mengusir mereka, tak lama setelah mereka sempat masuk ke dalam taksi. Ada sekitar tiga taksi menolak mereka. Begitukah kita memperlakukan seorang manusia? Kita selalu terjerat oleh pola pikir dan stereotype. Mau sampai kapan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Any comments?