Pada tanggal 4 Februari lalu, aku datang ke acara Public Discussion "Hari Bebas Bully" di kantor Mercy Corps. Mungkin sedikit telat ya baru aku posting sekarang pengalaman ini, maklum beberapa hari kemarin tidak memungkinkan bagiku untuk posting karena berbagai hal. Okey, kita mulai saja ya ceritanya..
Pertama, ada sebagian dari kamu yang heran, ngapain sih ikut acara kaya gini?
Motivasiku waktu ikut acara itu adalah karena aku sering sekali melihat ketidakadilan dan diskriminasi sosial di lingkungan sehari-hari. Diskriminasi yang sering terjadi adalah tentang SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). Banyak sekali orang yang terperangkap dengan pola pikir yang sempit dan cenderung tertutup sehingga hal-hal seperti diskriminasi masih sering ditemukan di dunia ini.
![]() |
| Aku, baju kuning :D |
Hal itulah yang kami bahas.
Menurut penjelasan yang diberikan dari kak Indri Hapsari, seorang psikolog jebolan Universitas Indonesia, bullying merupakan sebuah gangguan yang dilakukan dengan sengaja pada seseorang dalam kurun waktu berulang-ulang.
![]() |
| Kak Indri Hapsari |
Bullying juga dapat terbagi dalam dua jenis, yaitu direct (langsung) dan indirect (tidak langsung). Bullying langsung contohnya adalah melabrak, mengancam secara verbal, menyakiti secara fisik dan segala praktek bully yang sifatnya kontak fisik dan verbal.
Lalu kalau bullying indirect, contoh kasusnya adalah seperti memberi tatapan sinis, mengucilkan teman sepermainan dari kelompok, dan memberi ancaman yang sifatnya non-verbal.
Intinya dari diskusi yang aku dapat waktu itu, KEBERAGAMAN ADALAH INDAH.
Manusia dan makhluk hidup lainnya, telah diciptakan oleh Tuhan dengan sempurna dan menjadi makhluk sempurna pada porsinya masing-masing. Jadi jika ada saudara kita yang memiliki suatu kekurangan, baik itu fisik, nonfisik atau apapun bentuknya, itu tandanya Tuhan telah menciptakan mereka sempurna pada porsinya.
Kembali ke konsep "Keberagaman itu Indah", manusia selama ini telah terperangkap oleh "teori mayoritas", selagi mereka berbicara di hadapan mayoritas atau sebagian besar mayoritas, mereka tidak sadar jika ucapannya tersebut terdapat unsur-unsur yang dapat menimbulkan konflik SARA.
Yaaa, bisa saja hal-hal sepele tersebut seperti ucapan sering terjadi di kehidupan sehari-hari, misalnya kita sedang memberi sebuah kalimat salam untuk suatu forum. Banyak orang yang mengkhususkan kalimat salamnya. Padahal orang-orang yang ada di forum itu beragam. Atau kalau kita ingin menghormati semua golongan kita dapat sebutkan semua cara penyampaian salam dari berbagai golongan? :D
Seperti pengalamanku pada saat mengikuti rapat paripurna DPD RI (Dewan Perwakilan Daerah RI), peserta sidang yang ingin mengeluarkan pendapatnya akan mengucapkan salam pembuka dan penutup dengan tiga cara, pertama cara umum atau nasional (Selamat Pagi/Siang/Malam,Salam Sejahtera), kedua mewakili umat muslim (Assalamualaikum/Wassalammualaikum), ketiga mewakili umat Hindu (Hom Swastiastu/Hom Shanti Shanti Shanti Hom).
Itulah Indonesia, beragam, bhineka tunggal ika.
Tiada keindahan tanpa keberagaman.
Lalu satu hal lagi yang aku mau ungkapkan terkait diskriminasi SARA. Aku pernah menyempatkan diri untuk mendiskusikan hal ini dengan temanku yang minoritas. Dia bercerita, bahwa, dahulu saat SMP dan SMA, ada beberapa hal yang membuatnya tersinggung dengan perkataan temannya. Padahal bila kalimat tersebut didengar oleh golongan mayoritas(yang close minded) akan terdengar biasa. Namun tidak bagi temanku yang minoritas.
Hari silih berganti, temanku sadar bahwa inilah hidup di negeri ini yang nilai toleransinya belum tumbuh dengan sempurna. Lama kelamaan ia "kebal" dengan kata-kata yang berbau SARA.
Dari hal itu, kita bisa menerka teman-teman...
Bahwa,
Apapun bentuknya, dan di dalam keadaan apapun itu, praktik-praktik RASIS dan membawa unsur SARA itu tidak baik, dan tidak etis untuk dibawa ke forum publik yang isinya adalah "sebuah keberagaman".
Lihat juga : Video campaign Anti Bullying Message on Youtube oleh peserta public discussion Hari Bebas Bully
![]() |
| Diskusi kasus bersama kelompok |
![]() |
| Presentasi solusi kasus |
![]() |
| Solusi kelompokku tentang sebuah tidak bully di kelas (sekolah) |
![]() |
| Perkenalan diri :) |
Lalu kalau bullying indirect, contoh kasusnya adalah seperti memberi tatapan sinis, mengucilkan teman sepermainan dari kelompok, dan memberi ancaman yang sifatnya non-verbal.
Intinya dari diskusi yang aku dapat waktu itu, KEBERAGAMAN ADALAH INDAH.
Manusia dan makhluk hidup lainnya, telah diciptakan oleh Tuhan dengan sempurna dan menjadi makhluk sempurna pada porsinya masing-masing. Jadi jika ada saudara kita yang memiliki suatu kekurangan, baik itu fisik, nonfisik atau apapun bentuknya, itu tandanya Tuhan telah menciptakan mereka sempurna pada porsinya.
Kembali ke konsep "Keberagaman itu Indah", manusia selama ini telah terperangkap oleh "teori mayoritas", selagi mereka berbicara di hadapan mayoritas atau sebagian besar mayoritas, mereka tidak sadar jika ucapannya tersebut terdapat unsur-unsur yang dapat menimbulkan konflik SARA.
Yaaa, bisa saja hal-hal sepele tersebut seperti ucapan sering terjadi di kehidupan sehari-hari, misalnya kita sedang memberi sebuah kalimat salam untuk suatu forum. Banyak orang yang mengkhususkan kalimat salamnya. Padahal orang-orang yang ada di forum itu beragam. Atau kalau kita ingin menghormati semua golongan kita dapat sebutkan semua cara penyampaian salam dari berbagai golongan? :D
Seperti pengalamanku pada saat mengikuti rapat paripurna DPD RI (Dewan Perwakilan Daerah RI), peserta sidang yang ingin mengeluarkan pendapatnya akan mengucapkan salam pembuka dan penutup dengan tiga cara, pertama cara umum atau nasional (Selamat Pagi/Siang/Malam,Salam Sejahtera), kedua mewakili umat muslim (Assalamualaikum/Wassalammualaikum), ketiga mewakili umat Hindu (Hom Swastiastu/Hom Shanti Shanti Shanti Hom).
Itulah Indonesia, beragam, bhineka tunggal ika.
Tiada keindahan tanpa keberagaman.
Lalu satu hal lagi yang aku mau ungkapkan terkait diskriminasi SARA. Aku pernah menyempatkan diri untuk mendiskusikan hal ini dengan temanku yang minoritas. Dia bercerita, bahwa, dahulu saat SMP dan SMA, ada beberapa hal yang membuatnya tersinggung dengan perkataan temannya. Padahal bila kalimat tersebut didengar oleh golongan mayoritas(yang close minded) akan terdengar biasa. Namun tidak bagi temanku yang minoritas.
Hari silih berganti, temanku sadar bahwa inilah hidup di negeri ini yang nilai toleransinya belum tumbuh dengan sempurna. Lama kelamaan ia "kebal" dengan kata-kata yang berbau SARA.
Dari hal itu, kita bisa menerka teman-teman...
Bahwa,
"Mereka sang minoritas, menjadi 'kebal' akan isu-isu SARA karena perasaan tersisih yang telah menumpuk, sehingga keadaan itulah yang memaksa mereka menjadi 'kebal' "
Apapun bentuknya, dan di dalam keadaan apapun itu, praktik-praktik RASIS dan membawa unsur SARA itu tidak baik, dan tidak etis untuk dibawa ke forum publik yang isinya adalah "sebuah keberagaman".
Lihat juga : Video campaign Anti Bullying Message on Youtube oleh peserta public discussion Hari Bebas Bully










Jika kita kembali melihat kebelakang, isu keberagaman ini pernah menjadi alat penjajah Belanda dalam memecah belah rakyat Indonesia dengan siasat divide et empera (adu domba). Dan sepertinya saat ini siasat itu masih digunakan, hanya saja telah berganti nama menjadi provokasi. Sebenarnya Indonesia itu indah karena keberagamannya bukan karena perpecahannya. Sebuah tulisan yang menarik dan salam sukses... :-)
BalasHapusterima kasih banyak komentarnya :D
BalasHapus